" Assalamualaikum. Mas, bukannya aku gak sayang ama Mas,ku cuma takut aja untuk pacaran. Mas tau sendiri kan gimana kalo udah pacaran itu.. gak bebas, dan takut ganggu konsentrasi. So... maaf Mas aku gak bisa jadi pacar Mas. Tapi aku sayang Mas..."
Entah sudah keberapa kalinya aku membaca tulisan itu. Kata-kata yang kau tuliskan di atas kertas puisiku. Kertas yang kuberikan kepadamu karena sudah beberapa menit kau terdiam tak sanggup ungkapkan isi hatimu setelah kunyatakan cintaku.
Masih kuingat senyum manismu saat kau kujemput malam itu. Diiringi sejuknya malam sehabis hujan, kita melangkah menuju cafe dekat rumah. Berdua kita melepas penat setelah seharian bergumul dengan lelah. Masih segar dalam ingatanku, ceriamu saat kita sedang bercengkerama di salah satu meja. Bahagiamu membuat bibirku tersenyum dengan tulus, hangatkan hatiku yang sedang beku karena lama terbungkus dalam sepi, sendiri.
Pukul tujuh malam, saat yang kutunggu telah datang. Hati yang telah kusiapkan aku ungkapkan di hadapanmu. Aku bacakan puisi cintaku, gejolak dalam dada yang tak mampu kuredam. Dengan suara parau karena hanyut tenggelam dalam isi puisi, isi hatiku.
Puisiku telah kau dengar. Isi hatiku telah terbongkar. Kutatap tajam matamu yang sedari tadi tertunduk malu, tak berani beradu pandang denganku. Kutanyakan isi hatimu. Kupinta kesediaanmu untuk menemani hari-hariku, melangkah bersama-sama dalam ikatan hati.
Kau terdiam. Ceriamu pergi entah apa yang mengusirnya. Candamu berlalu, tersenyumpun kau tak mampu. Dalam ragu dirimu tenggelam. Hanya resah dan gelisah sangat yang nampak dari sikapmu. Seperti kertas tisue yang lusuh karena kauremas-remas.
Lima menit berlalu. Tanpa kata-kata terlontar dariku maupun dirimu. Aku sungguh tak sabar, ingin rasanya menyelami hatimu dan menemukan jawabanmu. Namun hatimu tak tertembus, serapat kau berhijab. Hanya bisa menunggu kata-kata keluar dari bibirmu.
"Aku... nggak bisa ngomong," ujarmu memelas sambil terbata-bata. Matamu sayu dan berkaca-kaca. Oh gadis, aku sungguh iba. Kuberikan kertas puisiku dan kuminta kau tuliskan isi hatimu di samping untaian kata-kataku. Kaupun mulai tenang dan menuliskan isi hatimu. Tak lama kemudian kertas itu kauserahkan kepadaku.
Kubaca tulisanmu. Dan akupun tertunduk lesu. Penuh tanya dan ragu. Seperti malam ini. Aku terdiam merenungi jalan hidupku.
oleh SAHID
Kamis, 04 Juni 2009
cerpen
Diposting oleh yuni di 01.50
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar